Blacknight 2

Blacknight 2


Di bawah tatapan penuh berahi empat perampok dan pandangan iba suamiku, aku terduduk lemas di atas lantai. Tiba-tiba salah satu perampok menarik suamiku dan menyuruhnya menunjukkan di mana kami menyimpan barang-barang berharga, mereka benar-benar tidak percaya kalau memang hanya itulah yang kami milikki. Sepeninggal suamiku dan seorang rekan perampok, tiga orang perampok lainnya bercakap-cakap sambil tertawa pelan dan menunjuk-nunjuk ke arahku, tubuhku semakin bergidik. Lima menit kemudian mereka kembali dengan tangan hampa, dengan kasar perampok yang menyeret suamiku melempar tubuh suamiku hingga kembali terduduk.”Bangsat! Suami isteri sama pembohongnya, kini lihat, apa yang bisa kami perbuat pada isterimu yang cantik ini!”, bentak sang kepala perampok kepada suamiku sambil pandangan matanya beralih kepadaku. Dengan buas ia mencoba membaringkan dan menindih tubuhku di atas karpet lantai, dan masing-masing anak buahnya memegangi tangan dan kakiku, lalu..”prekk..prek,,prek”,gaun tidurku terkoyak-koyak, tak mampu lagi menutupi tubuhku, hanya bh yang tersisa, itupun tak lama, manakala tangan kekar si kepala perampok menyelipkan celurit tepat ditengah bhku lalu…tess…terputus, maka terkuaklah payudaraku yang putih mulus berukuran 36 c tersebut. Aku tak mampu lagi meronta meskipun seandainya tangan dan kakiku tidak dipegangi, tubuhku sudah terlalu lelah dan aku hanya mampu menangis pasrah. Tak pernah ku bayangkan mereka dengan teganya memperkosaku di hadapan suami dan anakku.

Dengan ganas sang kepala perampok meremas-remas kuat sepasang payudaraku, dan bukan hanya tangannya yang beraksi, tetapi tangan-tangan nakal anak buahnya pun juga ikut meremas, mengusap dan memilin-milin puting payudaraku sambil tertawa-tawa. Aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan suamiku, terlebih lagi anakku melihat diriku telanjang dan diperlakukan tidak senonoh. Padahal selama ini ia tidak pernah melihat tubuh ibunya dalam keadaan sangat polos. Kini ganti mulut sang kepala perampok yang tengah menindih tubuhku, mengulum dan menghisap puting payudaraku sambil menggigit-gigitnya membuatku menjerit kesakitan. Usai menggarap sepasang daging indah di dadaku, ganti dengan paksa ia menciumi wajah dan bibirku. Sebisanya aku menghindarinya. Lalu hidungnya hinggap di ketiakku yang putih, mengendus dan menghirup aroma tubuhku dalam-dalam seolah-olah mencium bau surga di situ. Dengan tergesa-gesa kini ia mencoba melorotkan kembali celananya sampai pertengahan pahanya dan anak buahnya yang tengah memegangi kakiku seolah paham, tanpa diperintah segera melebarkan dua kakiku dan…bless..kembali benda asing dengan paksa memasuki liang vaginaku. Mataku membelalak dan tanganku mengepal keras merasakan rasa sakit di alat kewanitaanku. Sementara dengan susah aku bernafas karena menerima himpitan berat badan lelaki yang tengah berkelojotan di atas tubuhku. Mulutnya mendesis-desis bagai kepedasan, dan tanpa perasaan sesekali menatap kearah suami dan anakku sambil menyeringai sinis. Tubuhku kembali berguncang-guncang dan dibanjiri keringat karena suasana panas malam itu. Sang pemerkosa terus mengayun-ayunkan tubuhnya dan aku hanya pasrah menerima tusukan-tusukan batang kontolnya ke dalam rongga vaginaku sampai akhirnya beberapa menit kemudian tubuhnya mengejang, selanjutnya bagai meloncat ia berdiri di atas dadaku dengan memegangi batang penis besar nan tegang miliknya kemudian…serrr…serr…serrr ..spermanya muncrat menyirami wajah dan dadaku. Baunya membuatku mual karena milik orang asing yang amat ku benci dan sama sekali tidak kukenal, beda halnya dengan suamiku . Aku benar-benar telah direndahkan dan dihina sampai titik paling rendah. Namun teror itu belumlah usai. Setelah melap wajah dan dadaku dengan potongan kain sisa-sisa gaun tidurku, kini ganti anak buah si perampok yang memegangi kakiku merangkak di atas tubuhku..dan kembali tubuhku menjadi hidangan nikmat para lelaki bejat itu. Dengan jongkok di dadaku, orang ini memegangi wajahku memegang rahangku dengan kuat berusaha membuka paksa mulutku. Manakala aku bersikukuh, ia menampari dan menjambak rambutku.”buka mulutmu, nyonya manis…sayang kalau wajahmu yang cantik ini saya rusak..”ujarnya mengancam. Tak tahan dengan rasa sakit dan takut akan ancamannya dengan terpaksa aku membuka mulutku. Dengan segera ia memasukan batang penisnya ke dalam mulutku.”Hisap”, perintahnya. Dengan perasaan jijik dan terpaksa ku coba untuk mengulum dan menghisap kontolnya yang besar yang memenuhi mulutku. Mulutnya segera mengerang-erang keenakan. Kurang ajarnya, rekan-rekannya yang lain kembali menggerayangi tubuhku. Bahkan salah satunya menusukkan jari jemarinya ke dalam lubang vaginaku. Puas bermain-main dengan mulutku, ia beringsut mundur dan kembali merangkak di atas tubuhku. Tak kalah buasnya kembali hujaman-hujaman alat kejantanan lelaki asing menerobos paksa lubang memekku. Sampai akhirnya ia mencengkram tubuhku kuat-kuat hingga nyaris remuk rasanya,..dan…kembali semburan cairan hangat mengguyur vulvaku. Usai menuntaskan hajatnya kini ganti orang ketiga menghimpit tubuhku, tanpa membersihkan cairan sperma rekannya yang masih tertampung dalam vaginaku, pria ini segera menanamkan batangan daging kerasnya ke pusat kewanitaanku. Keadaan liang vaginaku yang sarat dengan cairan terkutuk itu membuat gesekan batang penisnya dengan dinding vaginaku menimbulkan suara berkecipak mirip suara pompa wc yang mampet. Saat itu aku tak mampu bereaksi apa-apa kecuali mencoba bernafas normal. Hatiku mulai belajar menerima kenyataan pahit yang tak terhindarkan ini seraya berharap siksaan ini segera berakhir. Dan tak berapa lama kemudian, kembali tubuhku menimbulkan puncak kenikmatan bagi kawanan perampok itu, si pemerkosa ketiga lunglai usai menumpahkan lahar panas miliknya di dalam tubuhku.

Sulit diterima akal sehat kalau kini ganti aku berharap orang keempat segera memperkosaku, karena berarti itulah akhir penderitaanku malam itu. Dan perkiraanku tidak meleset. Orang keempat yang tak lain orang kedua yang menggagahiku di kamar tidur merangkak di atas tubuhku. Namun usai beberapa ayunan ia menghentikan gerakannya sambil mencaci maki “, bangsat..!, kalian menjadikan memeknya becek, sudah kurang nikmat, tahu?!ujarnya kepada dua rekannya yang terakhir memperkosaku. Tiba-tiba dengan kasar ia membalikan badanku hingga tertelungkup, sempat aku bertanya-tanya dalam hati, orang ini mau ngapain?namun aku segera mafhum dan merinding ketika kurasakan ia meludahi batang kemaluannya dan lubang anusku, lalu satu jarinya menerobos masuk kedalamnya. Aku segera meronta mencoba memberikan perlawanan tetapi perlawananku terhenti ketika ian menyuruh dua rekannya kembali memegangi tanganku. Kemudian ia mengangkat pinggangku ke atas sehingga posisiku nyaris menungging. Dengan sebelah tangan ia masih memegangi pinggangku ketika ia mulai penetrasi dibantu tangannya yang lain mengarahkan kontolnya ke mulut anusku dan aku menjerit pilu….”aaahhhhhhh……ahhhh”, sakitnya tak terbayangkan ketika setahap demi setahap kepala penisnya memasuki lubang sempit saluran pembuanganku itu. Padahal aku sendiri tidak pernah melakukan sex anal dengan suamiku sendiri. Dan tiap kali ia menghujamkan senjatanya ke lubang duburku maka teriakan kesakitanlah yang keluar dari mulutku. Tubuhku mengejang hebat sebagai reaksi rasa perih yang teramat sangat. Sementara ia bergerak maju mundur di belakang tubuhku, tanganya bergerilya meremas-remas payudaraku, kemudian hinggap di vaginaku dan mengorek-ngorek di dalamya. “sshhh…ini baru enak…lubang sempit enhaakk…aahhhhh”, erangnya tanpa malu dihadapan rekan-rekannya. Mereka menanggapinya dengan tertawa ngakak. Lama sekali siksaan paling menyakitkan itu berlangsung. Hingga akhirnya pinggangku kurasakan ditarik kuat-kuat kebelakang, rasanya seluruh batang kemaluannya tertelan habis dalam anusku dan ….crot…crot…crot..kali ini lahar panas itu menyembur-nyembur dalam rongga tubuhku yang lain.Cukup lama orang ini terlena dalam orgasmesnya sampai kurasakan batang kontolnya menciut dalam cengkraman anusku. Segera setelah ia mencabut penisnya tubuhku ambruk tanpa daya tertelungkup di atas karpet.Lega rasanya terlepas dari siksaan. Kawanan rampok itu akhirnya meninggalkan rumah membawa hasil rampokannya dan kepuasan berahi. Mereka sempat melontarkan statement..”makanya jangan coba-coba menolak kerja sama dengan kami…masih untung kalian tidak kami bunuh, lain kali jaga isterimu yang cantik ini, siapa tahu kami akan datang lagi..servisnya memuaskan..ha..ha..ha”, kata sang kepala perampok yang dengan kurang ajar sempat meremas-remas pantatku.

Suamiku mencoba beringsut mendekati tubuhku yang terbaring lemas sambil terisak. Cairan sperma mengalir keluar dari anus dan vaginaku membasahi karpet di mana aku berbaring di atasnya. Dengan sisa-sisa tenaga aku mencoba duduk. Setelah itu aku lepaskan ikatan di tangan suamiku. Suamiku segera memelukku dan ledakan tangisku pecah.”maafkan aku mas…aku sudah tidak suci lagi..”, rintihku di sela-sela tangi. “Sudahlah,…aku seharusnya yang minta maaf karena tidak mampu melindungimu”, kata suamiku. Lama kami berpelukan sampai lupa pada nasib anak kami. Keesokan harinya suamiku membawaku berobat ke dokter, takut kalau kawanan perampok itu menularkan penyakit kelamin. Peristiwa ini sengaja tidak dilaporkan ke Polisi, takut aib yang menimpaku tersebar kemana-mana. Meskipun setelah itu aku selalu diganggu mimpi buruk dan mengalami depresi. Untuk itulah aku berobat ke psikiater guna menyembuhkan guncangan jiwa yang kualami. Namun tak beberapa lama polisi berhasil menembak mati dua dari empat kawanan rampok yang dari ciri-cirinya sama dengan yang telah merampok dan memperkosaku. Sementara dua lainnya tertangkap