Maling Pemerkosa

Maling Pemerkosa




Tiba-tiba sebuah suara keras membangunkan kami di tengah
malam. Nita istriku memeluk lenganku saking
ketakutannya. Suara itu datang dari arah
dapur.
Sepertinya kaca yang jatuh berantakan.
Naluriku
mengatakan ada hal yang tak beres ada di
dalam rumah
ini. Aku bangun dan menyalakan lampu.
Istriku berusaha
menahan aku. Dengan hati-hati aku bangun dan
membuka
pintu dan melangkah ke dapur.

Aku kaget dengan ketakutan yang amat saat
muncul sosok
asing di bawah jendela dapurku. Nampak di
lantai kaca
jendela pecah berserakan. Pasti dia ini
maling yang
hendak mencuri di rumah kami. Sama-sama
kaget dengan
gesitnya pencuri ini berdiri dan melangkah
pendek
menyambar pisau dapur kami yang tidak jauh
dari
tempatnya. Orang ini lebih gede dari aku.
Dengan rambut
dan jambangnya yang nggak bercukur nampak
begitu sangar.
Dengan pakaiannya yang T. Shirt gelap dan
celana jean
bolong-bolong dia menyeringai mengancam aku
dengan pisau
dapur itu.



Aku memang lelaki yang nggak pernah tahu
bagaimana
berkelahi. Melihat ulah maling ini langsung
nyaliku
putus. Dengan gemetar yang sangat aku
berlari kembali ke
kamar tidurku dan menutup pintunya. Namun
kalah cepat
dengan maling itu. Aku berusaha keras
menekan untuk
mengunci sebaliknya maling itu terus
mendorong dengan
kuatnya. Istriku histeris berteriak-teriak
ketakutan,

"Ada apa Maass.. Toloonngg.. Tolongg.."

Namun teriakan itu pasti sia-sia. Rumah kami
adalah
rumah baru di perumahan yang belum banyak
penghuninya.
Tetangga terdekat kami adalah Pak RT yang
jaraknya
sekitar 30 rumah kosong, yang belum
berpenghuni, dari
rumah kami. Sementara di arah yang berbeda
adalah
bentangan kali dan sawah yang luas berpetak-
petak. Sejak
pernikahan kami 2 tahun yang lalu, inilah
rumah kredit
kami yang baru kami tinggali selama 2 bulan
ini.

Upaya tarik dan dorong pintu itu dengan
pasti
dimenangkan oleh si maling. Aku terdepak
jatuh ke lantai
dan maling itu dengan leluasa memasuki kamar
tidur kami.
Dia mengacung-acungkan pisau dapur ke
isteriku agar
tidak berteriak-teriak sambil mengancam
hendak memotong
leherku. Istriku seketika 'klakep' sepi.
Sambil
menodongkan pisau ke leherku dengan kasar
aku diraihnya
dengan menarik bajuku keluar dari kamar.
Matanya nampak
menyapu ruangan keluarga dan menarikku
mendekat ke
lemari perabot. Pasti di nyari-nyari benda
berharga yang
kami simpan.

Dia menemukan lakban di tumpukkan macam-
macam peralatan.
Dengan setengah membanting dia mendorong aku
agar duduk
di lantai. Dia me-lakban tangan dan kakiku
kemudian
mulutku hingga aku benar-benar bungkem.
Dalam keadaan
tak berkutik aku ditariknya kembali ke kamar
tidurku.
Istriku kembali berteriak sambil menangis
histeris.
Namun itu hanya sesaat.

Maling ini sungguh berpengalaman dan
berdarah dingin.
Dia hanya bilang, "Diam nyonya cantiikk..
Jangan membuat
aku kalap lhoo.." kembali istriku 'klakep'
dan sepi.

Nampak maling itu menyapukan pandangannya ke
kamar
tidurku. Dia melihati jendela, lemari,
tempat tidur, rak
kset dan pesawat radio di kamarku. Dia
sepertinya
berpikir. Semuanya kusaksikan dalam
kelumpuhan dan
kebisuanku karena lakban yang mengikat kaki
tanganku dan
membungkam rapat mulutku.

Tiba-tiba maling itu mendekati Nita istriku
yang gemetar
menggulung tubuhnya di pojok ranjang karena
shock dan
histeris dengan peristiwa yang sedang
terjadi. Dengan
lakbannya dia langsung bekap mulutnya dan
direbahkannya
tubuhnya di ranjang. Aku tak kuasa apa-apa
hanya mampu
tergolek dan berkedip-kedip di lantai. Aku
melihat
bagaimana sorot mata ketakutan pada wajah
Nita istriku
itu.

Ternyata maling itu merentangkan tangan
istriku dan
mengikatnya terpisah di kanan kiri kisi-kisi
ranjang
kayu kami. Demikian pula pada kakinya. Dia
rentangkan
dan ikat pada kaki-kaki ranjang. Dan
akhirnya yang
terjadi adalah aku yang tergolek lumpuh di
lantai
sementara Nita istriku telentang dan terikat
di ranjang
pengantin kami.

Perasaanku sungguh tidak enak. Aku khawatir
maling ini
berbuat diluar batas. Melihat sosoknya,
nampak dia ini
orang kasar. Tubuhnya nampak tegar dengan
otot-ototnya
yang membayang dari T. Shirt dekilnya. Aku
taksir
tingginya ada sekitar 180 cm. Aku melihati
matanya yang
melotot sambil menghardik, "Diam nyonya
cantiikk.." saat
melihat istriku yang memang nampak sangat
seksi dengan
pakaian tidurnya yang serba mini karena
udara panas di
kamar kami yang sempit ini.

"Aku mau makan dulu ya sayaang.. Jangan
macam-macam".
Dia nyelonong keluar menuju dapur. Dasar
maling nggak
bermodal. Dia ngancam pakai pisauku, ngikat
pakai
lakbanku sekarang makan makananku.

Nampak istriku berontak melepaskan diri
dengan sia-sia.
Sesekali nampak matanya cemas dan ketakutan
memandang
aku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku
dengan maksud
melarangnya bergerak banyak. Hemat tenaga.

Sesudah makan maling itu gelatakan membukai
berbagai
lemari dan laci-laci di rumah. Dia nggak
akan dapatkan
apa-apa karena memang kami nggak punya apa-
apa. Aku
bayangkan betapa wajahnya akan kecewa karena
kecele.
Kudengar suara gerutu. Nampaknya dia marah.

Dengan menendang pintu dia kembali masuk
kamar tidur
kami. Membuka lemari pakaian dan mengaduk-
adukkannya.
Dilempar-lemparkannya isi lemari hingga
lantai penuh
berserakan. Dia buka kotak perhiasan
istriku.
Dibuang-buangnya perhiasan imitasi istriku.

Karena tak mendapatkan apa yang dicari
maling
mengalihkan sasaran kekecewaan. Dia pandangi
istriku
yang telentang dalam ikatan di ranjang. Dia
mendekat
sambil menghardik,

"Mana uang, manaa..? Dasar miskin yaa..?
Kamu umpetin
dimana..?"

Tangannya yang mengkilat berotot bergerak
meraih baju
tidur istriku kemudian menariknya dengan
keras hingga
robek dan putus kancing-kancingnya. Dan yang
kemudian
nampak terpampang adalah bukit kembar yang
begitu indah.
Payudara Nita yang sangat ranum dan padat
yang memang
selalu tanpa BH setiap waktu tidur. Nampak
sekali wajah
maling itu terkesima.

Kini aku benar-benar sangat takut. Segala
kemungkinan
bisa terjadi. Aku saksikan adanya perubahan
raut
mukanya. Sesudah tidak mendapatkan uang atau
benda
berharga dia jadi penasaran. Dia merasa
berhak mendapat
pengganti yang setimpal. Maling itu lebih
mendekat lagi
ke Nita dan dengan terus memandangi buah
dadanya yang
sangat sensual itu. Pelan-pelan dia duduk di
tepian
ranjang.

"Dimana kamu simpan uangmu nyonya
cantiikk..?" sambil
tangan turun menyentuh tubuh Nita yang sama
sekali tak
bisa menolak karena kaki dan tangannya
terikat lakban
itu. Dan tangan itu mulai mengelusi dekat
Payudaranya.

Ampuunn.. Kulihat bagaimana mata Nita
demikian paniknya.
Dia merem memejamkan matanya sambil
memperdengarkan
suara dari hidungnya, "Hheehh.. Hheehh..
Heehh..".
Istriku mengeluarkan air mata dan menangis,
menggeleng-geleng kepalanya sambil
mengeluarkan dengus
dari hidungnya.

Dan sentuhan maling itu tidak berhenti di
tempat. Air
mata istriku merangsang dia semakin brutal.
Tangan-tangannya dengan tanpa ragu mengelus-
elus dan
kemudian meremas-remas buah dada Nita serta
bagian tubuh
sensitive lainnya. Hal ini benar-benar
membuat darahku
menggelegak marah. Aku harus berbuat sesuatu
yang bisa
menghentikan semua ini apapun risikonya.
Yang kemudian
bisa kulakukan adalah menggerakkan kakiku
yang terikat,
menekuk dan kemudian menendangkan ke tepian
ranjangku.
Maling itu terkaget namun sama sekali tidak
bergeming.

"Hey, brengsek. Mau ngapain kamu. Jangan
macam-macam.
Jangan ganggu istrimu yang sedang menikmati
pijitanku,"
dia menghardik aku. Dan aku memang langsung
putus asa.
Aku tak mungkin berbuat apa-apa lagi. Kini
hanya batinku
yang meratapi kejadian ini.

Dan yang terjadi berikutnya adalah sesuatu
yang
benar-benar mengerikan. Maling itu menarik
robek seluruh
busana tidur istriku. Dia benar-benar
membuat Nita
telanjang kecuali celana dalamnya. Lantas
dia rebah
merapatkan tubuhnya disampingnya. Istriku
nampak bak
rusa rubuh dalam terkaman serigala. Dan kini
pemangsanya
mendekat untuk mencabik-cabik untuk
menikmati tubuhnya.

Dari matanya mengalir air mata dukanya. Dia
tak mampu
berpuat apa-apa lagi. Dalam setengah
telanjangnya aku
kian menyadari betapa cantiknya Nita istriku
ini. Dia
tunjukkan betapa bagian-bagian tubuhnya
menampilkan
sensualitas yang pasti menyilaukan setiap
lelaki yang
memandangnya. Rambutnya yang mawut terurai,
pertemuan
lengan dan bahu melahirkan lembah ketiak
yang bisa
menggoyahkan iman para lelaki.

Payudaranya yang membusung ranum dengan
pentilnya yang
merah ungu sebesar ujung jari kelingking
sangat
menantang. Perut dengan pinggulnya yang..
Uuhh.. Begitu
dahsyat mempesona syahwat. Aku sendiri
terheran
bagaimana aku bisa menyunting dewi secantik
ini.

Dan kini maling brutal itu menenggelamkan
mukanya ke
dadanya. Dia menciumi dan menyusu
Payudaranya seperti
bayi. Dia mengenyoti pentil istriku yang
nampaknya
berusaha berontak dengan menggeliat-
geliatkan tubuhnya
yang dipastikan sia-sia. Dengan semakin
beringas nafsu
nyolongnya kini berubah menjadi nafsu
binatang yang
dipenuhi birahi.

Dengan gampang dia menjelajahkan moncongnya
ke sekujur
tubuh Nita. Dia merangsek menjilat-jilat dan
menciumi
ketiak istriku yang sangat sensual itu.
Inilah pesta
besarnya. Dia mungkin tak pernah
membayangkan akan
mencicipi nikmat tidur dengan perempuan
secantik Nita
istriku ini.

Menjarah dengan kenyotan, jilatan dan
ciumannya maling
ini merangsek ke tepian pinggul Nita dan
kemudian naik
ke perutnya. Dengan berdengus-dengus dan
nafasnya yang
memburu dia menjilati puser Nita sambil
tangannya
gerayangan ke segala arah meremas dan nampak
terkadang
sedikit mencakar menyalurkan gelegak nafsu
birahinya.

Perlawanan istriku sudah sangat melemah.
Yang terdengar
hanyalah gumam dengus mulut tersumpal sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai
ungkapan
penolakannya. Mungkin ketakutan serta
kelelahannya
membuat stamina-nya 'down' dan lumpuh.
Sementara sang
maling terus melumati perut dan menjilat-
jilat
bagian-bagian sensual tubuhnya.

Kebringasan serta kebrutalan hasrat syahwat maling ini
semakin meroket ke puncak. Jelas akan
memperkosa istriku
di depan aku suaminya. Dia bangun dari
ranjang dan
dengan cepat melepasi T. Shirt serta celana
dekilnya.
Dia menelanjangi dirinya. Aku terkesima.
Maling itu
memiliki postur tubuh yang sangat atletis
dan menawan
menurut ukuran tampilan tubuh lelaki. Dengan
warna
kulitnya yang coklat kehitaman berkilat
karena
keringatnya nampak dadanya, otot lengannya
perutnya
begitu kencang seperti pelaku binaraga.
Tungkai kakinya,
paha dan betisnya sungguh serasi banget.

Yang membuat aku terperangah adalah
kemaluannya. Kontol
maling itu begitu mempesona. Muncul dari
rimbun
jembutnya kontol itu tegak ngaceng dengan
bonggol
kepalanya yang juga berkilatan karena
kerasnya tekanan
darah syahwatnya yang mendesakinya. Besar
dan panjangnya
di atas rata-rata kemaluan orang Asia dan
nampak sangat
serasi dalam warna hitaman pada awalnya
kemudian sedikit
belang kecoklatan pada leher dan ujungnya.
Lubang
kencingnya muncul dari belahan bonggol yang
mekar
menantang.

Kesan kekumuhan awal yang kutemui dari
rambut dan
jambang yang tak bercukur serta pakaiannya
yang dekil
langsung musnah begitu lelaki maling ini
bertelanjang.
Dia nampak sangat jantan macam jagoan.

Dalam ketakutan dan panik istriku Nita
melihat saat
maling itu bangun dan dengan cepat melepasi
pakaiannya.
Begitu lelaki maling itu benar-benar
telanjang aku
melihat perubahan pada wajah dan mata
istriku. Wajah dan
pandangannya nampak terpana. Yang belumnya
layu dan kuyu
kini beringas dengan mata yang membelalak.
Mungkin
karena ketakutannya yang semakin jadi atau
karena adanya
'surprise' yang tampil dari sosok lelaki
telanjang yang
kini ada bersamanya diranjangnya. Anehnya
pandangannya
itu tak dilepaskannya hingga ekor matanya
mengikuti
kemanapun lelaki maling itu bergerak.

Walaupun aku tak berani menyimpulkan secara
pasti,
menurut pendapatku wajah macam itu adalah
wajah yang
diterpa hasrat birahi. Adakah birahi Nita
bangkit dan
berhasrat pada lelaki maling yang dengan
brutal telah
mengikat dan menelanjangi tubuhnya di depan
suaminya
itu. Ataukah 'surprise' yang disuguhkan
lelaki itu telah
membalik 180 derajat dari takut, marah dan
benci menjadi
dorongan syahwat yang dahsyat yang melanda
seluruh
sanubarinya? Ahh.. Aku dirasuki cemburu
buta. Aku sering
mendengar perempuan yang jatuh cinta dengan
penculiknya.


Lelaki maling turun dari ranjang dan
merangkak di depan
arah kaki Nita yang terikat. Dia meraih kaki
Nita yang
terikat dan mulai dengan menjilatinya.
Lidahnya menyapu
ujung-ujung jari kaki istriku kemudian
mengulumnya.

Aku menyaksikan kaki Nita yang seakan
disengat listrik
ribuan watt. Kaget meronta dan meregang-
regang. Aku
tidak pasti. Apakah itu gerak kaki untuk
berontak atau
menahan kegelian syahwati. Sementara lelaki
maling itu
terus menyerang dengan jilatan-jilatannya di
telapaknya.
Demikian dia melakukan pada kedua tungkai
kaki istriku
untuk mengawali lumatan dan jialatan
selanjutnya menuju
puncak nikmat syahwatnya.

Dengan caranya maling itu memang sengaja
menjatuhkan
martabatku sebagai suami Nita.

"Mas, istrimu enak banget loh. Boleh aku
entot ya?
Boleh.. Ha ha. Aku entot istrimu yaa.."

Dan aku disini yang tergolek macam batang
pisang tak
berdaya hanya mampu menerawang dan menelan
ludah.

Namun ada yang mulai merambati dan merasuk
ke dalam
sanubariku. Aku ingin tahu, macam apa wajah
Nita saat
kontol maling itu nanti menembusi
kemaluannya. Dan
keinginan tahuku itu ternyata mulai
merangsang syahwat
birahiku. Dalam tergolek sambil mata tak
lepas
memandangi ulah lelaki maling telanjang yang
melata bak
kadal komodo di atas tubuh pasrah istriku
yang jelita
kontolku jadi menegang. Aku ngaceng.

Kusaksikan betapa maling itu merangsek ke
selangkangan
istriku. Dia menciumi dan menyedoti paha
Nita serta
meninggalkan merah cupang di setiap
rambahannya. Namun
yang membuat jantungku berdegup kencang
adalah
geliat-geliat tubuh istriku yang terikat
serta desah
dari mulutnya yang terbungkam. Aku sama
sekali tidak
melihatnya sebagai perlawanan seorang yang
sedang
disakiti dan dirampas kehormatannya. Istriku
nampak
begitu hanyut menikmati ulah maling itu.

Aku memastikan bahwa Nita telah tenggelam
dalam hasrat
seksualnya. Dia menggeliat-geliat dan
menggoyang-goyangkan tubuhnya teristimewa
pinggul serta
pantatnya. Nita dilanda kegatalan birahi
yang sangat
dahsyat dan kini nuraninya terus menjemput
dan merindui
kenyotan bibir si maling itu. Dalam pada itu
aku
berusaha tetap berpikir positip. Bahwa
sangat berat
menolak godaan syahwat sebagaimana yang
sedang
dialaminya. Secara pelan dan pasti kontolku
sendiri
semakin keras dan tegak menyaksikan yang
harus aku
saksikan itu.

Dan klimaks dari pergulatan 'perkosaan' itu
terjadi.
Lelaki maling itu menenggelamkan bibirnya ke
bibir
vagina Nita. Dia menyedot dan mengenyoti
itil istriku
dan meneruakkan lidahnya menembusi gerbang
kemaluannya.
Tak terelakkan..

Dalam kucuran keringat yang terperas dari
tubuhnya Nita
menjerit dalam gumam desahnya. Pantatnya
semakin
diangkatnya tinggi-tinggi. Dia nampak hendak
meraih
orgasmenya. Bukan main. Biasanya sangat
sulit bagi Nita
menemukan orgasme. Kali ini belum juga
maling itu
melakukan penetrasi dia telah dekat pada
puncak kepuasan
syahwatnya. Ah.. Lihat ituu.. Benar.. Nita
meraih
orgasmenya.. Nittaa..

Dia mengangkat tinggi pantatnya dan tetap
diangkatnya
hingga beberapa saat sambil terkejat-kejat.
Nampak
walaupun tangannya terikat jari-jarinya
mengepal seakan
hendak meremas sesuatu. Dan kaki-kakinya
yang meregang
mengungkapkan betapa nikmat syahwat sedang
melandanya.
Itulah yang bisa ditampilkan olehnya
dikarenakan tangan
serta kakinya masih terikat ke ranjang.

Dan sang maling tanggap. Sebelum keburu Nita
kelelahan
dia naik menindih tubuh istriku dan menuntun
kontolnya
ke lubang vaginanya. Beberapa kali dia
mengocok kecil
sebelum akhirnya kemaluan yang lumayan gede
dan
panjangnya itu tembus dan amblas ditelan
memek istriku.

Maling itu langsung mengayun-ayunkan
kontolnya ke lubang
nikmat yang sepertinya disemangati oleh
istriku dengan
menggoyang dan mengangkat-angkat pantat dan
pinggulnya
agar kontol itu bisa menyentuhi gerbang
rahimnya.

Aku sendiri demikian terbakar birahi
menyaksikan
peristiwa itu. Khususnya bagaimana wajah
istriku dengan
rambutnya yang berkeringat mawut jatugh ke
dahi dan
alisnya. Kontolku sangat tertahan oleh
celana sempitku.
Aku tak mampu melakukan apa-apa untuk
melepaskan
dorongan syahwatku.

Genjotan maling itu semakin cepat dan
sering. Aku
pastikan bahwa maling itu sedang dirambati
nikmat
birahinya. Kontolnya yang semakin tegar kaku
nampak
licin berkilat karena cairan birahi yang
melumurinya
nampak seperti piston diesel keluar masuk
menembusi
memek istriku. Aku bayangkan betapa nikmat
melanda
istriku. Dengan kondisinya yang tetap
terikat di
ranjang, pantatnya nampak naik turun atau
mengegos
menimpali pompan kontol lelaki maling itu.

Sebentar lagi spermanya akan muncrat mengisi
rongga
kemaluan istriku. Dan nampaknya istrikupun
akan
mendapatkan orgasmenya kembali. Orgasme
beruntun. Bukan
main. Selama menikah aku bisa hitung berapa
kali dia
berkejat-kejat menjemput orgasmenya. Namun
bersama
maling ini tidak sampai 1 jam dia hendak
menjemput
orgasmenya yang ke dua.

Saat-saat puncak orgasme serta ejakulasinya
semakin
dekat, lelaki itu mendekatkan wajahnya ke
wajah Nita dan
tangannya meraih kemudian melepas lakban di
mulut
istriku. Namun dia tak memberinya kesempatan
untuk
teriak. Mulutnya langsung menyumpal mulut
istriku. Aku
saksikan mereka saling berpagut. Dan itu
bukan pagutan
paksa. Istriku nampak menimpali lumatan
bibir maling
itu. Mereka tenggelam dalam nikmatnya
pagutan. Dan ahh..
ahh.. aahh..

Maling itu melepas cepat pagutannya dan
sedikit bangkit.
Dia menyambar pisau dapur yang masih ada di
dekatnya.
Dengan masing-masing sekali sabetan kedua
ikatan tangan
Nita terbebas. Dan pisau itu langsung
dilemparkannya ke
lantai. Tangan maling itu cepat memeluki
tubuh istriku
serta bibirnya memagutinya. Dan tanpa ayal
dan ragu
begitu terbebas tangan istriku langsung
memeluki tubuh
lelaki maling ini. Kini aku menyaksikan
persetubuhan
yang nyaris sempurna. Lelaki maling bersama
Nita istriku
langsung tenggelam mendekati puncak
syahwatnya.
Hingga...

"Aarrcchh.. Cantikk.. Aku keluaarr..
Hhoohh.. Ampun
enaknyaa.."

Istriku juga mendesis hebat, tak ada omongan
namun
jelas, dia kembali meraih orgasmenya. Dengan
tangannya
yang bebas dia bisa melampiaskan gelegak
birahinya.
Tangannya mencakar punggung maling itu dan
menancapkan
kukunya. Nampak bilur sejajar memanjang di
kanan kiri
punggungnya merembes kemerahan. Punggung
maling itu
sempat terluka dan berdarah.

Masih beberapa saat mereka dalam satu
pelukan sebelum
pada akhirnya lelaki maling itu bangkit dan
menarik
kontolnya dari kemaluan istriku. Aku
langsung
menyaksikan spermanya yang kental melimpah
tumpah dan
meleleh dari lubang vagina Nita. Sesaat mata
maling itu
melihati tubuh istriku yang nampak lunglai.
Dia lantas
bergerak efektif.

Maling itu turun dari ranjang, memakai
celana dan T.
Shirt-nya. Dia mencopot selembar sarung
bantal. Dia
mengeluarkan dari kantongnya HP-ku dan HP
istriku, jam
tangan, perhiasan dan segepok uang
simpananku, mungkin
hanya sekitar 500-an ribu rupiah. Dia
masukkan hasil
curiannya ke sarung bantal itu. Tak sampai 2
menit sejak
turun ranjang dia langsung keluar dan kabur
meninggalkan
aku yang masih terikat tak berdaya di lantai
dan Nita
yang telanjang sesudah diperkosanya. Dia
telah mencuri
barang-barangku dan menikmati tubuh dan
kemaluan
istriku.

Nita nampak bengong sambil melihati aku,

"Maaf, maass.. Aku harus memuaskan nafsu
syahwatnya agar
dia tidak menyakiti Mas.." Nita sudah siap
dengan
alibinya. Aku hanya diam. Nikmat seksual
memang bisa
mengubah banyak hal.

Hingga kini, sesudah 8 tahun menikah hingga
mempunyai 2
anak aib itu tak pernah diketahui orang.
Kami sepakat
menyimpannya dalam-dalam.

Sesekali kulihat istriku bengong. Aku
memakluminya.
Setidaknya memang postur tubuhku serta
kaliber
kemaluanku tak mungkin mengimbangi milik
lelaki maling
itu.