Ibu Atikah ternyata haus sex

Ibu Atikah ternyata haus sex



Namaku Ari, setelah kejadian di sumur waktu itu dalam cerita “Ibu Atikah yang seksi” aku jadi sering membayangkan Bu Atikah hampir setiap saat. Apalagi kalau teringat bentuk tubuhnya yang aduhai itu. Pikiranku pun jadi semakin pusing teringat dia terus, sampai akhirnya kuputuskan untuk ke rumahnya, menerima tawarannya untuk bimbingan belajar darinya. Kabarnya suami Bu Atikah itu seorang pedagang di kota, jadi kadang sering tidak pulang beberapa hari, wah kalau begitu pasti Bu Atikah tidak akan terganggu oleh kedatanganku.

Suatu sore akhirnya aku permisi kepada kedua orang tuaku untuk pergi belajar ke rumah Bu Atikah, sungguh luar biasa untuk seorang anak seumurku sampai punya keberanian seperti itu, namanya juga anak cerdas dan banyak akal seperti julukan teman-temanku terhadapku. Aku pun tiba di rumah Bu Atikah sore itu, dia menyambutku dengan ramah dan menyuruhku duduk di sofa ruang tamunya, jantungku berdebar-debar sambil melihat-lihat kesekeliling ruang tamunya itu. Tiba-tiba Bu Atikah muncul sambil membawakan secangkir teh manis untukku. Lalu dia mempersilahkan aku dengan minumannya itu.

Lagi-lagi pandangan nakalku pada tubuh Bu Atikah yang mengenakan baju terusan pendek ketat yang berwarna bunga-bunga kuning. Gila juga ya ibu ini pakaiannya seksi terus pikirku, sambil melihat belahan pahanya yang terbuka, saat dia beranjak ke dapur menaruh nampan bekas minuman tadi. Sayang sekali aku baru kelas enam sekolah dasar, coba agak dewasa sedikit, pasti kukerjain dia, gumanku sambil mengeluarkan buku-buku pelajaran dari dalam tas sekolahku. Bu Atikah pun mulai mengajariku cara berhitung yang baik dan pelajaran penting lainnya untuk ujian minggu depan. Saat itu di luar cuaca sangat mendung, bahkan sudah mulai gerimis kecil, suasana di ruang tamu pun sedikit gelap, akhirnya Bu Atikah menyalakan lampu neonnya, sehingga ruangan itu menjadi terang kembali. Bu Atikah duduk disofa persis di depanku, jadi posisiku duduk berhadapan dengannya.

Sesekali pandanganku tertuju pada belahan roknya, yang kadang-kadang terbuka saat Bu Atikah merubah posisi duduknya. Bentuk sofa yang lebih rendah sangat mendukungku untuk melihat ke arah selangkangan Bu Atikah, memang posisi yang sulit buat Bu Atikah untuk menghindar dari pandanganku pada bagian terlarangnya itu. Terlihat Bu Atikah berkali-kali menarik rok pendeknya yang kerap kali turun sehingga pahanya terbuka jelas di depan mataku. Hujan pun mulai turun dengan derasnya disertai petir, perhatian Bu Atikah pun mulai terpecah tidak pada pelajaran yang sedang diajarkannya padaku. Sebentar-sebentar dia berdiri dan beranjak ke teras rumahnya sambil melihat sekeliling rumahnya, katanya sih karena hujannya cukup deras, dia khawatir ada pohon yang tumbang, maklumlah banyak pohon-pohon besar disekeliling rumahnya itu. Bu Atikah juga sesekali melihat ke langit-langit rumahnya mana tahu ada yang bocor. Akhirnya pelajaran berhitung pun disudahinya, dan dilanjutkan besok saja sehubungan hujan yang semakin deras membuat beberapa genteng rumah Bu Atikah tertiup angin sampai terjatuh ke tanah.

Kasihan juga melihat Bu Atikah yang tinggal sendiri di rumah itu harus basah-basahan mengambil ember untuk menampung air hujan yang bocor ke dalam rumahnya, aku pun menawarkan jasaku untuk membantunya. Mulai kuambil ember-ember itu, dengan cepat kutaruh disetiap kucuran air yang di tengah rumah, dapur, ruang tamu dan juga kamar tidurnya, walaupun aku sendiri jadi basah kuyup karena air hujan itu, celakanya air yang bocor di kamar tidur Bu Atikah sudah terlanjur membanjiri tempat tidurnya, akhirnya Bu Atikah memintaku membantunya untuk menggeser ranjangnya dari kucuran air hujan itu dan membereskan barang-barang lain agar tidak menjadi basah. Akupun dengan sigap membantu Bu Atikah mengangkat tumpukan buku-buku, sampai baju-baju tidurnya ku angkat semua ke ruang tamu, tempat yang kebetulan aman dari kucuran air hujan. Hari pun mulai gelap, Bu Atikah menatapku dengan penuh iba melihatku menggigil kedinginan. Dalam kondisi seperti itu tidak mungkin dia pun membiarkanku pulang, apalagi di luar sana hujan masih deras-derasnya disertai petir menyambar, dan orang tuaku pun mengetahui kalau aku di rumahnya, akhirnya Bu Atikah menawarkan padaku untuk mandi air hangat, sekalian berganti baju yang kering milik adiknya yang dulu pernah tinggal disitu. Dia pun pergi ke dapur membuat air panas untukku mandi. Sambil menunggu air matang, aku dan Bu Atikah merapihkan buku-bukunya yang berserakan di ruang tamu, yang kuangkut dari kamarnya tadi. Ternyata aku menemukan sebuah majalah porno yang gambar-gambarnya sangat hot sekali, kubuka-buka majalah itu, sementara Bu Atikah sibuk merapihkan baju-baju tidurnya yang juga berantakan di atas sofa. Setelah beberapa lama baru aku tunjukan majalah itu padanya, kontan saja Bu Atikah langsung merebut majalah itu, namun sorot matanya tetap menatapku penuh rasa malu, tiba-tiba saja nalurinya sebagai guru muncul, sehingga perlahan-lahan dia pun menjelaskan tentang arti dari majalah itu dan juga tujuannya. Pokoknya dari penjelasan Bu Atikah, masalah sex itu penting untuk diketahui dan tidak perlu malu ataupun sembunyi-sembunyi.

Masih dalam keadaan berpakaian basah, Bu Atikah beranjak ke dapur melihat air panasnya, pandanganku pun lagi-lagi tertuju pada goyangan pinggulnya yang terlihat menggairahkan, pakaiannya yang basah, membuat bentuk pantatnya terlihat jelas mengarahkan pandangan kotorku padanya.
Aah penisku jadi bangun menyaksikan tubuh Bu Atikah itu. Tiba-tiba Bu Atikah memanggilku ke kamar mandi, dengan sedikit bingung aku pun menghampirinya. Setibanya di kamar mandi lalu disuruhnya aku melepas pakaianku yang basah, aku pun membuka seluruh baju dan celanaku, maka terlihatlah penisku yang masih tegang mengacung ke atas karena rangsangan tubuh Bu Atikah tadi, aku jadi malu, untunglah Bu Atikah sudah keluar dari kamar mandi. Dari pada pikiranku kotor terus, lebih baik kukocok saja penisku sampai keluar, biar nggak ngaceng terus pikirku, sambil mulai mengocok penis kecilku yang lagi mengacung ke atas. Betapa kagetnya ketika sedang asyik mengocok Bu Atikah masuk ke kamar mandi bermaksud mengantarkan handuk untukku. Dia pun jadi ikut kaget melihat kelakuanku saat itu, tampak dia menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil masuk ke dalam kamar mandi, aku jadi tambah kaget bercampur takut.

Aku mundur beberapa langkah dari posisi berdiriku, tapi tiba-tiba Bu Atikah tersenyum kecil sambil memanggilku agar menghampirinya, lalu dia berkata bahwa dirinya tidak marah padaku. Dia juga bertanya padaku apakah aku sering melakukan onani seperti itu sebelumnya, dengan polos aku pun mengakuinya. Akhirnya dia tersenyum sambil menutup pintu kamar mandi lalu kembali menghampiriku, Oh my God..! tiba-tiba tangan Bu Atikah memegang penis kecilku yang masih tegang itu, perlahan-lahan dia elu-elus batangnya. Bukan main nikmatnya, tapi aku bingung seakan tidak percaya, sepertinya aku sedang bermimpi saja. Kenapa bisa terjadi keadaan seperti ini, tapi apalah dayaku yang cuma seorang bocah ingusan. Akhirnya aku menurut saja diperlakukan seperti itu oleh Bu Atikah. Ternyata Bu Atikah benar-benar tidak marah padaku, dia pun terus mengocok-ngocok penisku dengan gemasnya, sampai aku kelojotan menahan rasa geli dan nikmat yang luar biasa. Sesekali dia menatapku sambil tersenyum nakal. Melihatku begitu menikmati kocokannya itu, Bu Atikah mengambil kursi plastik yang ada di situ, lalu dia duduk sambil kembali menarik badanku agar posisiku lebih dekat dengannya. Dia pun menasihatiku agar jangan terlalu sering melakukan onani, katanya tidak baik untuk anak seusiaku.

Mengetahui tatapanku selalu ke arah belahan payudaranya, Bu Atikah malah membuka separuh kancing bajunya, dan membuka ikatan bra nya. Woow jadi terlihat jelaslah kedua buah bulatan payudaranya di depan mataku, batang penisku jadi ikut berdenyut menyaksikan hal itu. Bu Atikah jadi tersenyum geli melihat reaksiku itu, lalu dia menarik tanganku diarahkan pada kedua payudaranya itu, akhirnya kuusap-usap dan keremas-remas kedua buah bulatan payudaranya itu secara bergantian. Benar-benar kepuasan yang luar biasa bagiku saat itu, sementara hujan turun tiada henti-hentinya, bahkan semakin deras seakan-akan mengerti keinginanku saat itu. Aku pun tak tahan lagi saat Bu Atikah memainkan ujung penisku dengan jari-jarinya yang lentik, serasa ada dorongan kuat dari batang penisku yang hendak mendobrak keluar, akhirnya air maniku keluar muncrat ke tangan Bu Atikah, dua semprotan pertama agak jauh mengenai buah dadanya. Bu Atikah pun tersenyum bangga melihatku orgasme karena kocokannya itu, tak henti-hentinya dia terus mengusap-usap batang penisku yang mulai mengecil, kembali ke ukuran semula, sambil mengatakan bahwa secara fisik aku bisa dibilang dewasa kalau sudah bisa mengeluarkan air mani seperti tadi.

Bu Atikah pun akhirnya membuka seluruh bajunya yang basah itu. Gila juga ibu ini pikirku, semuanya terjadi diluar perkiraanku, Bu Atikah pun jadi telanjang bulat didepanku, malah ikut-ikutan mandi bersamaku. Akhirnya air panas di ember itu kami pakai mandi berdua, sekarang terbuka sudah peluang emas bagiku untuk menikmati pemandangan mengasyikan itu, bahkan tidak hanya sekedar memandangnya, Bu Atikah malah menyuruhku menyentuh apa saja dari bagian tubuhnya yang sangat menarik perhatianku, sambil menjelaskan fungsi-fungsi dari bagian tubuhnya yang tentunya berkaitan dengan masalah sex. Aku pun dengan leluasa mulai mengusap-usap pahanya, naik ke atas lagi ke bagian pantatnya sambil ku remas-remas sepuasnya, lalu kedua buah bulatan payudaranya pun tak luput dari remasan tanganku, tiba-tiba Bu Atikah bertanya padaku karena ada yang kulewatkan dari rabaanku tadi, ternyata aku tidak sempat menyentuh vaginanya sama sekali, kupikir terlalu berani kalau sampai kesitu, akhirnya Bu Atikah pun mengarahkan tanganku untuk menyentuh vaginanya. Woow lucu juga bentuknya ya, sambil kuelus-elus bulu-bulunya yang tipis dan lembut, jari tengahku pun langsung disusupkan oleh Bu Atikah ke dalam lubang vaginanya, begitu hangat dan sedikit berdenyut rasanya, sungguh pelajaran yang luar biasa seumur-umur bagiku.

Setelah puas meraba-raba dan meremas-remas hampir seluruh bagian tubuh Bu Atikah, aku pun melanjutkan kegiatan mandiku sambil saling menyabuni antara tubuh Bu Atikah dan tubuhku. Tak ubahnya seperti ibuku sedang memandikanku, Bu Atikah lebih telaten seakan-akan sedang memandikan anaknya, sambil bercanda nakal dia kocok-kocok penisku yang sudah licin penuh sabun itu. Ah..aku pun kegelian dan sudah barang tentu penisku jadi mengeras karena kocokannya itu. Bu Atikah pun kembali tersenyum melihat reaksiku itu, dia pun terus memain-mainkan penisku sampai benar-benar tegang. Tapi belum sampai aku mencapai klimaksnya Bu Atikah sudah menghentikan kocokannya. Langsung mengajakku untuk cepat membersihkan busa sabun dari tubuh kami masing-masing. Seusai mandi aku mengikuti langkah Bu Atikah menuju ke kamarnya, dia memberikan baju adiknya untuk kupakai sementara walau terlihat sedikit kebesaran.

Kuperhatikan saat itu Bu Atikah pun tidak malu-malu lagi membuka handuk yang melingkar di pinggulnya sampai terlihat telanjang bulat, dengan posisi menunggingkan pantatnya yang montok ke arahku Bu Atikah sibuk memilih daster yang akan dipakainya. Memang baju-baju tidurnya itu sempat berserakan di lantai gara-gara atap yang bocor tadi, akhirnya dia pilih daster pendek yang berwarna merah bunga-bunga. Waaw…jadi terlihat lebih menarik dan menggairahkan pikirku, jadi terbayang Bu Atikah membelaiku sambil tidur-tiduran seranjang denganku, dan akupun sambil mengusap-usap bulatan pantatnya yang montok itu, tapi lamunanku jadi buyar saat Bu Atikah mengajakku menyiapkan nasi goreng untuk makan malamnya denganku. Karena malam itu masih hujan, dia pun menyarankan agar aku menginap saja di rumahnya, biar dia yang bilang kepada orang tuaku besok pagi bahwa aku disuruhnya menginap di rumahnya, kebetulan juga suaminya baru akan pulang minggu depan katanya.

Selesai makan malam aku pun duduk disebelah Bu Atikah diatas karpet di ruang keluarganya, sambil menonton TV ditengah suara gemuruh hujan dan angin di luar sana. Cuaca pun terasa sangat dingin sekali, mata Bu Atikah nampak mulai mengantuk karena lelahnya, akhirnya diapun merebahkan tubuhnya di sebelahku. Lagi-lagi aku jadi bingung dan bengong sendirian, yang ada didepanku hanyalah tubuh Bu Atikah yang montok tergolek disebelahku, diapain ya pikirku. Posisi tidurnya yang miring membelakangiku membuat pinggul dan pantatnya begitu jelas menggunung didepanku, tergerak tanganku untuk mengusapnya seperti di kamar mandi tadi, belum sempat kusentuhkan tanganku di pantatnya yang sintal itu, tiba-tiba Bu Atikah membalikan tubuhnya jadi menghadap ke arahku, dia pun membuka matanya walau dengan rasa malas, lalu dia memeluk tubuhku, sehingga terasa desakan dua buah payudaranya, mukaku jadi seakan terbenam pada belahannya. Sementara tangan Bu Atikah persis berada di atas penisku, akhirnya tanpa kusadari penisku jadi berdenyut-denyut karena terangsang, hal itu membuat Bu Atikah jadi terbangun dari tidurnya, tiba-tiba dia tersenyum manis padaku. Ah..betapa cantiknya Bu Atikah ini pikirku. Kulihat rambutnya yang tergerai bebas, tubuhnya yang montok, kulitnya terlihat putih bersih dibalik daster merah bunga-bunganya itu. Tangan Bu Atikah pun mulai menyusup ke dalam celanaku sambil meraba-raba penisku yang mulai tegang. Dia pun membuka celanaku, tangannya terus mengocok penisku sampai ngaceng, aku disuruhnya terlentang, Bu Atikah pun bangun dari posisi tidurnya, lalu mendekatkan kepalanya ke arah selangkanganku. Aow..penisku dimasukan ke dalam mulutnya, terasa lidahnya menggelitik-gelitik batang penisku yang tengah dikulumnya itu, geli sekali rasanya. Wow bukan main nikmatnya, penisku semakin berdenyut hebat. Tiba-tiba Bu Atikah melepaskan penisku dari mulutnya, dia kembali terlentang sambil menyingkapkan dasternya, kakinya diangkat sampai kedua pahanya terlihat mengangkang. Bu Atikah pun menarik tubuhku ketengah-tengah selangkangannya, lalu dia mengelus-elus penisku yang lagi tegang itu dan perlahan-lahan membimbingnya ke arah vaginanya, aku diam saja menuruti apa yang dilakukannya, walau hatiku saat itu sungguh berdebar-debar. Tiba-tiba terasa penisku digesek-gesekan ke vaginanya sambil perlahan-lahan dibenamkannya ke lubang vaginanya. Waduh…kenapa jadi begini, pikirku. Akhirnya penisku terbenam semua di lubang vagina Bu Atikah, aku jadi bingung harus ngapain saat itu, yang kulihat hanya wajah Bu Atikah yang tersenyum padaku. Dia pun mulai menarik pinggangku, membuat penisku semakin menancap di lubang vaginanya, lalu mengarahkan aku sehingga terjadi gerakan menarik dan menekan pada lubang vaginanya. Aku pun jadi kelojotan, terasa batang penisku seperti dijepit-jepit dalam lubang itu. Uuh..aku menahan rasa geli bercampur nikmat yang luar biasa. Bu Atikah menarik tubuhku jadi merapat di atas dadanya, bulatan payudara Bu Atikah pun menempel di pipiku, membuatku jadi semakin terangsang hebat, tanpa kusadari gerakan penisku keluar-masuk di lubang vaginanya semakin cepat, sesekali Bu Atikah merintih penuh nikmat, aku semakin cepat menggenjotnya, sambil meraba-raba bagian tubuhnya yang selama ini terbayang dalam setiap lamunanku. Sementara Bu Atikah terus menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri ke kanan membuatku semakin terbuai dalam permainan sex nya, yang sebenarnya masih tabu untuk orang seusiaku.

Karena cepatnya genjotanku di lubang vagina Bu Atikah, tiba-tiba aku merasakan suatu dorongan yang hebat pada penisku, akhirnya aku mencapai klimaksnya, air maniku muncrat di dalam lubang vagina Bu Atikah. Ooh.. nikmat sekali rasanya. Aku jadi terkulai lemas di atas tubuhnya, lalu dia mengusap-usap punggungku yang sudah tidak berdaya itu, sambil sesekali mencubitku dengan manja. Tampaknya Bu Atikah cukup puas telah memberiku kenikmatan melalui tubuhnya yang selama ini kuidam-idamkan. Dia pun membiarkan penisku tetap menancap di vaginanya sampai akhirnya kami tertidur pulas diiringi derasnya suara hujan saat itu.